breaking news:
Attention!
Blog Archives
April 6, 2010
Print this Article
By: Baiq Wardhani
Terjadi dua kontroversi dalam minggu ini: penerimaan hadiah Nobel Perdamaian bagi
Reaksi negatif
Dalam pidatonya di
Penganugerahan Nobel Perdamaian bagi Obama dianggap menodai hubungan Amerika dengan dunia Islam. Hal ini bertolak belakang dengan isi pidatonya yang simpatik di Universitas Al Azhar, Cairo beberapa bulan yang lalu. Pidato tersebut memberi harapan banyak pihak akan terwujudnya perdamaian dunia, yang pencapaiannya tak terlepas dari peranan Amerika sebagai pemain dominan dalam politik internasional. Karena pidatonya itulah Obama dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan tertinggi yang bertujuan untuk meningkatkan harkat manusia.
Di tengah optimisme tersebut, Obama juga memberikan pernyataan yang menggembirakan tentang penjara kontroversial Guantanamo. Obama menyerukan penghentian atas penyiksaan di tempat itu serta seger menutupnya. Kaum pesimis melihat ucapan dan tindakan Obama dengan skeptis. Misalnya, pakar sejarah Inggris, Andy Worthington yang menulis “The Guantanamo Files” dalam wawancara eksklusif dengan Press TV, menuturkan, klaim Presiden AS, Barack Obama soal keberhasilannya dalam menghentikan penyiksaan adalah sebuah kebohongan. Seraya menyinggung klaim-klaim Obama tentang upayanya untuk menghentikan penyiksaan dan penutupan penjara Guatanamo, Worthington menandaskan, Obama dalam pidatonya mengklaim akan meliburkan Guantanamo dan melarang penyiksaan, namun ucapannya sama sekali tidak benar.
Banyak kalangan, terutama dunia Islam mempertanyakan pemberian hadiah tersebut kepada Obama. Mereka umumnya melihat rapor Obama bagi perdamaian dunia belum nampak, bahkan semakin merah. Bagi dunia Islam, anugerah tersebut merupakan ironi, bahkan lebih keras, beberapa kalangan menganggapnya sebagai upaya melestarikan ”penjajahan” Amerika atas dunia Islam. Mereka curiga melanjutkan perang di Afghanistan merupakan salah satu strategi Obama untuk keluar dari krisisis moneter dalam negeri AS.
Obama dan Wilson
Sebaliknya, kaum pro/liberal yang mendukung Obama memujinya dengan mengatakan bahwa hal itu hanya masalah mempertahankan hak untuk membela diri. Perang sesungguhnya merupakan perpaduan antara idealisme (untuk mewujudkan perdamaian) dengan realisme diplomatik. Adagium si vis pacem parra bellum (jika ingin damai berperanglah dahulu) berlaku bagi kelompok ini. Sejarah menunjukkan bahwa banyak negeri menggunakan perang sebagai sarana mencapai perdamaian. Nampaknya Obama melakukan kebijakan luar negeri dengan mengikuti jejak pendahulunya, Woodrow Wilson, penerima Nobel Perdamaian juga, yang mengaku pasifis (cinta damai), namun pada saat yang sama meng-invasi
Seperti yang ditulis the
Dalam pidatonya di Cairo mengenai pembaruan hubungan Amerika-dunia Islam, Obama ingin menampilkan pandangan baru tentang citra Amerika yang diwakili oleh dirinya. Pengiriman tigapuluh ribu tentara tambahan ke Afghanistan adalah dalam rangka mengubah mindset dunia bahwa Amerika menginginkan kerjasama dan perdamaian dengan Afghanistan dan dunia islam, namun pertama-tama Afghanistan harus ”dibersihkan” dahulu dari Taliban yang dianggap Obama pembuat onar di negara Islam tersebut.
Dengan mengirimkan pasukan ke Afghanistan, Obama sesungguhnya banyak berharap bahwa perdamaian segera tercapai dan perbaikan hubungan Amerika dengan dunia Islam segera terwujud. Benarkah demikian?
at 2:37 PM Posted by The Art of International Relations
0 comments